Powered By Blogger

Monday, August 17, 2015

About Me

Salam forester. www.asgartaiyeb.com merupakan situs kehutanan hadir meramaikan blog tentang hutan. Tulisan lebih mengutamakan konsep tentang kehutanan yang bisa  bermanfaat bagi mahasiswa kehutanan, dan dapat berguna di kalangan praktisi rimbawan pada khususnya. Selamat mengunjungi dan mohon komentar yang membangun. Salam lestari.

Sunday, August 16, 2015

Hutan Alami Vs Hutan Tanaman

Sahabat Forester

Membandingkan antara hutan alami dengan hutan tanaman adalah modal bagi pengelola dan pengambil keputusan pembangunan hutan di Indonesia. Dengan keterbatasan referensi/ acuan pustaka disini dicoba diurai beberapa keuntungan dan kerugian dari kedua tipe hutan tersebut.

Komposisi jenis (khususnya vegetasi, floristik) di hutan alami lebih tinggi dibandingkan dengan di hutan tanaman. Jenis pohon yang terdapat di hutan hujan tropik tidak kurang dari 3000 jenis. Sebaliknya di hutan buatan, umumnya hanya mengutamakan satu jenis saja karena biasanya yang ditanam hanya satu jenis tunggal.

Hutan alam mampu memanfaatkan energi matahari lebih baik dibandingkan dengan hutan tanaman. Ini bisa dimengerti karena di hutan alami memiliki tajuk yang berlapis-lapis, sedangkan di hutan tanaman hanya satu lapis.

Sahabat forester,/

Perbedaan stratifikasi akar juga terjadi antara hutan alam dan hutan tanaman.

Metode Penjarangan



Sahabat forester, kali ini kita akan fokus membahas metode penjarangan. 
Metode penjarangan merupakan salah satu pertimbangan dalam melakukan penjarangan, selain waktu dan intensitas cahaya. Waktu pertama kali penjarangan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas tegakan hutan alam di kemudian hari, walaupun ada faktor lain yang juga  mempengaruhi, seperti faktor cahaya. 
Adapun dasar pemilihan diadakan atau tidaknya penjarangan tergantung dari:  kepentingan hasil, jenis pengelolaan dan kebutuhan pasar. Berdasarkan kepentingan hasil, melihat volume total, kualitas dan volume perpohon. Guna melihat volume total untuk hasil, tidak perlu dilakukan penjarangan, sedangkan untuk kepentingan kualitas dan volume perpohon, untuk vinir, kayu lapis (ply wood), kayu gergajian (saw mill) dilakukan penjarangan. Sementara itu, jenis pengolahan di hutan tanaman dilakukan penjarangan, sedangkan di hutan alam tidak dilakukan. Praktek penjarangan dan pengawasan dengan metode sistematis, pengawasan tidak ada problem, kontrol ditekankan utamanya pada kesesuaian jumlah pohon (Ruchaemi, 2005).
 Setiap kegiatan penjarangan, sebagian dari pohon ditebang. Dalam kaitannya dengan penjarangan, ada 6 metode pokok yaitu penjarangan rendah, penjarangan tajuk, penjarangan seleksi, penjarangan mekanis, penjarangan bebas dan penjarangan jumlah batang (Indriyanto, 2008).
1. Penjarangan Rendah
Penjarangan rendah dilakukan dengan cara menebang pepohonan kelas bawah. 
2. Penjarangan Tajuk dilakukan dengan cara menebang pepohonan kelas tajuk atas yang tidak bernilai komersial
3. Penjarangan seleksi
4. Penjarangan mekanis
5. Penjarangan bebas
6. Penjarangan jumlah batang
Penjarangan jumlah batang merupakan metode yang sering dan umum digunakan di Indonesia. Metode ini diciptakan oleh Hart tahun 1929 (Manan, 1976), sehingga disebut Metode Hart. Beberapa ketentuan metode ini antara lain: (a) penjarangan dilakukan menurut jumlah batang dan mencari perbandingan yang baik antara jumlah batang dengan ruang tempat tumbuh yang diperlukan untuk pertumbuhan pohon, (b) pohon yang baik supaya diberi ruang tumbuh memadai untuk pertumbuhannya, (c) kekerasan penjarangan dinyatakan dengan derajat penjarangan, yakni perbandingan antara jarak antar pohon dengan tingginya pohon peninggi. Pohon peninggi adalah rata-rata tinggi pohon dari 100 pohon tertinggi tiap hektar yang tersebar merata. 
Dalam keadaan teratur, jarak antar dua pohon yang berdekatan dirumuskan:
  
dimana :
a =  rata-rata jarak pohon yang berbentuk segitiga sama sisi
b =  jumlah batang per hektar
Kekerasan Penjarangan
Ada empat kategori tingkat atau derajat kekerasan penjarangan, yaitu : sangat lemah, lemah, agak keras, dan keras. Penciri atau indikator dari penjarangan sangat lemah adalah dimulai pada pohon-pohon tertekan yang pasti akan mati secara alami. Indikator dari penjarangan lemah adalah dilaksanakan pada pohon-pohon tertekan yang dan beberapa dari pohon codominan. Indikator dari penjarangan agak keras adalah dilaksanankan pada pohon-pohon codominan dan penjarangan  keras dicirikan oleh beberapa pohon dominan yang jarak tumbuhnya tidak teratur juga ikut ditebang (Wanggai, F, 2009). 
Kekerasan penjarangan dinyatakan dengan derajat kekerasan penjarangan yakni perbandingan antara rata-rata jarak pohon (a) dengan peninggi (Pe) dan dinyatakan dalam %.
S % = a/Pe x 100%
Kekerasan penjarangan dinyatakan dengan derajat kekerasan penjarangan, yaitu perbandingan antara rata-rata jarak antarpohon dengan tingginya, pohon peninggi. Atau merupakan suatu angka yang ditentukan berdasarkan perbandingan (dalam persen) yang tepat antara jarak antar pohon rata-rata dan tinggi pohon. Angka perbandingan ini kemudian dinyatakan sebagai S%. Makin besar angka perbandingan ini, maka makin besar pula intensitas penjarangan tegakan. Umur dan bonita tegakan dengan demikian menentukan S% (Anonim, 2013).
Berdasarkan S % (persen sela), yaitu rata-rata jarak antar pohon yang dinyatakan dalam persen terhadap rata-rata peninggi pohon (= rata-rata 100 pohon tertinggi per ha dalam tegakan). S % optimal memberikan ruang tumbuh optimal bagi pohon dalam tegakan sampai saat penjarangan berikutnya. Untuk menetapkan S % optimal diperlukan data pertumbuhan pohon pada setiap umur tegakan. Besarnya S % pada akhir penjarangan beragam menurut jenis, umumnya berkisar antara 15-35 % (Sharoon, C, 2011).
Wolff Von Wulfing  juga telah menyusun tabel yang mengutarakan S%  untuk berbagai kelas umur dan bonita. Perubahan S% dalam tegakan jati penting untuk menetukan frekuensi penjarangan. Untuk mengukur S% dengan cepat dari suatu petak percobaan jati Ferguson membuat nomogram yang memberi hubungan antara luas petak percobaan, jumlah batang per petak percobaan dan jumlah batang per ha dan S%, dengan demikian dapat dilihat dengan cepat perubahan- perubahan dalam kekerasan penjarangan, baik oleh pertumbuhan tegakan sendiri maupun oleh kerusakan (Aldren, 2011).
Kekerasan penjarangan ditentukan melalui Jumlah pohon perhektar dan diameter. Menurut Becking von Becking, jumlah pohon hutan jati sama dengan 900 ha. Di Indonesia, terutama di hutan Jati, kekerasan penjarangan atau kerapatan tegakan ditentukan dengan bantuan S % dari Hart (1928) dan Becking (1935) yang sudah 200 tahun tetapi masih relevan (bergayut). Berdasarkan S %, maka  dapat diketahui rataan jarak antar pohon dalam hubungannya dengan peninggi (h dom) yang dirumuskan dengan :
S % = (a/h dom) x100
dimana
S % = angka kekerasan penjarangan;
a = rataan jarak antar pohon,
h dom = peninggi tegakan
Dalam kekerasan penjarangan ditentukan persentase  jumlah pohon yang harus dibuang (apakah ditebang, diteres, atau diracun) dalam 1ha. Keuntungan penjarangan dengan jumlah pohon perhektar (N/ha) adalah pelaksanannya relatif mudah, namun kelemahannya tidak dapat mencirikan berapa besar yang diambil dari tegakan. Hal ini disebabkan oleh jumlah pohon yang sama dapat menghasilkan bidang dasar yang berbeda. Oleh karena itu, Krammer menyukai bidang dasar sebagai kriteria kekerasan penjarangan karena dianggap lebih objektif dan mewakili situasi dalam tegakan. Penjarangan dengan jumlah pohon (N) relevan digunakan apabila distribusi diameter relatif seragam.
Misalnya S% pada suatu bonita dan umur tegakan tertentu tertuang dalam tabel tegakan hutan sebesar 27%, sedangkan berdasarkan pengukuran di lapangan (di suatu petak tegakan) dengan petak coba berbentuk lingkaran seluas 0,1 ha (jari-jari 17,8 meter) diperoleh nilai S% =22%. Dapat disimpulkan bahwa tegakan hutan tersebut perlu dilakukan penjarangan.

Daftar Pustaka:

  • Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan.  Bumi Aksara, Jakarta. 234 h.
  • Manan, S. 1976. Silvikultur. Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
  • Taiyeb, A. 2015. Metode Penjarangan. Laboratorium Ilmu-Ilmu Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako, Palu. http://www.asgartaiyeb.com/2015/08/metode-penjarangan.html.