Powered By Blogger

Sunday, July 19, 2015

SSS 2

Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Bathin
Begitulah, suasana beberapa hari ini, sejak tanggal 15 Juli 2015 sampai tulisan ini dibuat, nuansa idul fitri masih terasa. Silaturahmi ternyata banyak faedahnya sahabat forester, dia dapat menjadi vitamin untuk memperpanjang umur, memperluas rejeki, menjauhkan syak wasangka, mereposisi pergaulan, hingga meninggikan derajat, tentu saja silaturahmi dapat meningkatkan jaringan pertemanan. Silaturahmi dapat menghilangkan jarak pemisah antara sesama. Hablumminannas, hanya dapat diwujudkan melalui silaturahmi, tidak cukup dengan doa.
Bersilaturrahmi membutuhkan usaha dan upaya, usaha untuk mendekatkan dengan relasi, handai tolan, tetangga dan tentu saja keluarga yang terdekat. Keluarga yang terdekat dalam silsilah, belum tentu tinggal berdekatan dengan kita, orang tua utamanya perlu pulang kampung misalnya untuk bersilaturahmi kepadanya.
Pulang kampung sebagai tradisi yang lebih dikenal dengan mudik, adalah upaya yang perlu perencanaan. Untuk pulang kampung kita mesti menyiapkan dana, menyiapkan waktu, menyiapkan bekal, menyiapkan diri, menyiapkan transportasi, dll. Jangan dipaksa pulang kampung untuk bersilaturahmi kepada keluarga kalau tidak memungkinkan, meskipun terasa berat. Memang terasa tidak afdal jika tidak menemui orang tua. Karena tidak selamanya kita diberi kesempatan, tidak selamanya kita diberi waktu, apalagi momentnya begitu tepat jika kedua orang tua masih ada. Namun jika satu atau keduanya sudah tidak dapat ditemui lagi, maka kita masih bisa mendoakannya, masih bisa menziarahi makamnya,sebagai salah satu amal jariyah.

Silaturahmi dengan tetangga juga perlu, tetangga lebih dekat posisinya dibanding keluarga yang jauh sekalipun, Iya akan menolong kita dalam kondisi darurat, membantu kita dalam kondisi mereka lapang, tanpa mereka kita tidak dapat bermasyarakat. Memang tidak mudah juga bersilaturahmi rasanya jika kita tidak akur dengan tetangga, jangan sampai. Hal yang amat dijaga, amat sensitif bukankah tetangga, apakah tetangga sebelah, atau tetangga se rt, tetangga se rt, tetangga sekampung. bahkan ada istilah desa tetangga. Kadang kita gensi untuk bersilaturahmi dengan tetangga jikalau kita turuti kemauan kita, kadang kita malu untuk bersilaturahmi jikalau kita turuti perasaan kita, kadang kita minder untuk bersilarutahmi dengan tetangga jikalau kita merasa kurang percaya diri bergaul dengan tetangga yang dianggap lebih daripada kita. Namun silaturahmi tidak memberatkan secara materi, tidak mesti bawa kendaraan untuk bersilaturahmi dengan tetangga. Jalan kaki sudah cukup kesebelah rumah misalnya, buang segala hal-hal yang tidak-tidak.
Silaturahmi dengan teman yang akrab, terutama teman dalam profesi, apakah pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran maupun pekerja lapangan bahwa sesama instansi/institusi dalam suatu lembaga atau organisasi. Biasanya hal ini menjadi mudah dilakukan karena silaturahminya terasa cair, mungkin karena keseringan kita berjumpa dengan sesama. Silaturahmi dengan teman akrab sekarang ini lebih banyak di dahului dengan media sosial, seperti fb, sms, lalu kemudian copi darat. 
 
 

Thursday, July 16, 2015

SSS 1

Salam lestari, rimbawan dan sahabat forester dimanapun anda berada,  SSS kali ini bertema tentang bahasa Inggris. Sampai saat  ini bahasa tersebut masih menjadi momok bagi saya karena bahasa asing ini susah menjadi bahasa hari-hari. Karena tinggalnya di lingkungan yang berbahasa bukan inggris, walaupun ada tetangga yang telah pulang dari Australia. Saya kadang iri melihat mereka mendidik anaknya memakai bahasa Inggris.
Beberapa tahun lalu saya pernah bekerja mendampingi orang Jerman di laboratorium, bahasa kami masih campur antara bahasa Indonesia dan Inggris. Syukur juga saya mendapat pengalaman itu, karena belum tentu saya dapat merasakan nuansa asing di kantor. Apalagi sejak saya tinggalkan pekerjaan dengan orang eropa tersebut, bahasa inggris yang tadinya  bersemi, malah menjadi layu ibarat semai yang tidak disiram, kerdil dan layu.
Nuansa Inggris Language makin lama makin melemah bahkan semakin lemah ketika saya  test TOEFF. Skor 450 saja sampai saat ini belum sampai. Paling tinggi 420an itupun waktu kursus, ketika tidak lagi kursus anda bisa bayangkan berapa skor TOEFL saya. Malahan turun hingga hampir di bawah 400. Sampai sekarang saya belum test TOEFL lagi.
Sahabat forester, sebetulnya skor TOEFL tidak perlu dirisaukan jika kita hanya  bermaksud menggunakan Inggris pasaran, ketika saya kerja dengan orang barat yang tersebut skor TOEFL tidak menjadi penting, karena itu hanya berlaku sebagai persyaratan didunia yang dikenal  sebagai  dunia akademik yang menjadi keharusan bagi mereka yang ingin  menempuh SSS (S1, S2 dan S3).
Pada tanggal 4 Oktober 2002, ketika saya masih bekerja sebagai asisten laboratorium, saya berkenalan dengan seorang enumerator penelitian, mahasiswa pendidikan bahasa inggris. sempat saya mengkopi bukunya setebal 499 halaman. Saking tebalnya saya jilid buku yang berjudul How to Prepare for the TOEFL Test of English as a Foreign Language Seventh Edition PAMELA J. SHARPE, Ph.D. Binarupa Aksara, 1995.
Section 1 : Listening Comprehension
Section 2 : Structure and Written Expression
Section 3 : Vocabulary and Reading Comprehension
Ada satu kisah menarik ketika saya ikut test TOEFL, saat saya memasuki ruangan diminta untuk mengerjakan bagian 1 Listening. Saya tidak terlalu perduli dengan suara kaset yang membacakan instruksi sebelum mengerjakan listening, saya malah asyik mengerjakan soal bagian 2 Struktur. Saya sempat ditegur pengawas. Sebetulnya apa yang saya lakukan adalah mempraktekkan kiat sukses memanfaatkan waktu dalam test TOEFL, berdasarkan buku yang saya pernah baca, saya lupa nama buku itu.
Sahabat forester, ketika saya berkenalan dengan seorang teknisi dari sebuah perusahaan laboratorium dan sewaktu masih  berinteraksi dengan bos saya yang Jerman tersebut, saya menangkan kesan bahwa bahasa inggris yang baik tidak seperti apa yang terdapat dalam TOEFL. Ukuran bagi saya bahwa TOEFL itu sangat sukar apalagi menyangkut Structure. Dalam praktiknya, misalnya kita ingin mengatakan bahwa. jarum itu bergerak dari sini ke sana. Maka teknisi tersebut dengan santai menjawab this is move from here to there. Begitu juga dalam perkenalan, nama saya Robert, maka mereka menyebut me, Robert. sungguh simpel yang saya hadapi, meskipun saya yakin kalau jawaban ini dipakai untuk test TOEFF, yakin saja pasti skornya U400. Begitulah kesan saya tentang bahasa rujukan dunia ini, bahasa Inggris. Sampai jumpa di episode SSS berikut.   
   

SSS

Salam lestari. Rimbawan dan Sahabat Forester, selamat datang di blog ini. Saya menulis post ini dengan judul agak unik "SSS". Kenapa saya memakai demikian, ada berapa alasan :
1. SSS bisa disingkat S3. Setiap orang punya mimpi, saya pun bermimpi bisa sampai pendidikan dan meyelesaikan pendidikan S3, doakan ya. Tentu persepsi dan orientasi setiap orang tentang pendidikan tidak mesti sama, bisa saja berbeda-beda. Meskipun banyak orang sukses malah tidak pernah bersekolah, jangankan S3, S1 dan S2 pun mereka tidak sempat atau tidak menjadi prioritasnya.
2. SSS bisa saya artikan Santai Sukses dan Selamat . Santai merupakan bentuk aktivitas yang bertolak belakang dari kata Serius, namun memiliki makna untuk tetap konsisten dengan sesuatu yang disukai dalam mengisi waktu luang. Sukses dalam arti kata mencapai target yang direncanakan sehingga berhasil mencapai tingkatan yang diidam-idamkan. Selamat, berarti bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Tentunya ketiga konsep ini mungkin saja pernah dipakai orang lain, tapi SSS adalah perenungan saya sendiri seketika saat menulis blog ini.
3. SSS adalah Suka Suka Saya. Sesuai dengan judul berjudul kehutanan, sampai saat ini saya belum sampai jadi ahli kehutanan. Tetapi karena senang menulis  bebas, namun tidak melupakan pekerjaan saya di bidang tersebut. Olehnya bagi pembaca blog kehutanan, anda akan diperkenankan membaca  tulisan ringan saya tentang SSS mulai dari SSS 1, SSS 2 dan seterusnya.
Sampai Jumpa.
     

Monday, July 13, 2015

Daur

DAUR

Sahabat forester,

Berikut ini disampaikan pengertian tentang daur atau rotasi. Daur adalah waktu dari menanam sampai dengan panen (hutan tanaman). Dengan kata lain, daur adalah rentan waktu antara masuknya pohon-pohon baru dan kematian (Sutisna, 2005).

Panjang daur berbeda-beda dari suatu jenis ke jenis lainnya karena masing-masing jenis mempunyai grafik pertumbuhan sendiri yang khas. Bahkan untuk satu macam jenis, panjang daur tersebut juga dipengaruhi oleh kelas kesuburan tanahnya, dan juga perlakuan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, menentukan bentuk atau kelerengan grafik pertumbuhan tersebut, sebagaimana dalam buku Pengaturan Hasil Hutan (Simon , .....),

Daur untuk Jati adalah jangka waktu antara penanaman hutan/permudaan dan penebangannya (Poerwokoesoemo, 1953)

Klasifikasi daur, ada 5 jenis (Beekman, 1915 dalam Poerwokoesoemo, 1953):

  1. daur fisik, didasarkan atas lamanya hidup menurut alam,
  2. daur teknik, didasarkan atas waktu yang mana pohon-pohon telah menghasilkan kayu dengan sortimen yang dibutuhkan,
  3. daur massa, berdasarkan atas umur atau waktu yang mana pohon-pohon dalam setahun memberikan hasil kayu terbanyak.
  4. daur nilai, berdasarkan atas umur atau waktu yang mana pohon-pohon dalam setahun memberikan hasil kayu yang paling besarnya harganya.
  5. daur keuangan, berdasarkan atas umur atau waktu yang mana bunga yang didapat dari modal yang digunakan ada paling tinggi atau yang terbesar.

Sedangkan menurut Simon, ada 6 macam kriteria untuk menentukan panjang rotasi/daur : a) daur fisik, yaitu daur yang berimpitan dengan kemampuan suatu jenis untuk dapat bertahan hidup secara alami, kadang-kadang juga diartikan atau disamakan dengan waktu sampai suatu jenis masih mampu untuk menghasilkan biji yang dapat tumbuh menjadi anakan yang sehat. Daur fisik (tidak berkaitan dengan masalah ekonomi) dipengaruhi oleh sifat jenis, keadaan iklim, ketinggian tempat, dan kesuburan tanah.

b) daur teknik, merupakan umur pada suatu jenis yang diusahakan sudah dapat menghasilkan kayu yang dapat dipakai untuk tujuan tertentu. Kayu bakar atau pulp misalnya, daur teknik dapat hanya 6–12 tahun saja. Sebaliknya bila tujuan pengelolaan hutan untuk menghasilkan bahan baku kapal, daur (teknik suatu) tegakan mencapai 80 tahun atau bahkan lebih.

c) daur silvikultur, adalah jangka waktu yang diperlukan oleh suatu jenis pohon untuk memulai dapat melakukan permudaan kembali dengan baik. Apabila jenis tersebut bisa melakukan permudaan dengan biji, maka daur silvikultur berarti jangka waktu yang diperlukan oleh jenis tersebut untuk mulai menghasilkan biji (secara vegetatif, bukan generatif/kultur jaringan) yang dapat digunakan untuk permudaan kembali.

d)daur hasil kayu maksimum, adalah umur tegakan dimana hasil-hasil kayu tahunan mencapai volume yang tertinggi. (Disamping hasil tebangan akhir, juga termasuk hasil penjarangan).

e)daur pendapatan maksimum atau daur rente hutan maksimum (the hightest forest rental). Pada umur tersebut suatu hutan tanaman akan menghasilkan pendapatan bersih maksimum. Pendapatan bersih diperoleh dari penjualan kayu hasil tebangan dan penjarangan dikurangi biaya tanam, biaya pemeliharaan, dan biaya administrasi).

f)daur keuntungan maksimum atau daur finansiil yaitu umur tebang hutan tanaman yang dapat menghasilkan keuntungan tertinggi. tegakan hutan tanaman akan menghasilkan pendapatan bersih maksimum. Pendapatan bersih diperoleh dari penjualan kayu hasil tebangan dan penjarangan dikurangi biaya tanam, biaya pemeliharaan, dan biaya administrasi).

Saturday, July 11, 2015

FACTORS AFFECTING GROWTH

FACTORS AFFECTING GROWTH
Since the beginning of plant growth has been dependent on the environment, and the greater the degree of dependence that followed the age. The success of the growth of a plant is controlled by several growth factors. Poerwowidodo (1992b) suggested that the growth of a plant is influenced by genetic factors and environmental factors.
Environment is a unit of whole state and the influence of the outside of the control of life and the development of a plant. These factors will affect growth together, although in a particular situation, one factor or several factors more prominent than the influence of other factors.
Soil and climate are the two main elements environment. Depth understanding of these two elements is the key to the success of forest plantation development.
Good plant growth relies on a balanced combination of environmental factors and profitable. If one factor is not balanced with other factors of these factors can suppress or sometimes stop the growth (Buckman and Brady, 1982).
The state of the soil and climate as an essential element of environmental factors affecting plant growth has the diversity of a place to another in support of growth. This diversity is closely related to the properties of the soil and the climate itself so there should be in-depth description of the properties of both factors.
1. Land
Silvicultural interest in the land is derived from the three functions in the growth of the tree that is: as a source of minerals (nutrients), the supply of moisture and physically or mechanical support. Soil productivity is a function of the characteristics of the soil and climate. Soil properties are divided into physical and chemical categories.
According to Valentine (1986), physiographic land and soil properties more significant influence on the productivity of the tree. Physiographic have indirect effects on the forest environment, particularly because of its influence on the climate and soil factors. Physiographic factor is altitude, slope, aspect and sometimes the ground conditions.
Topography where teak plantation areas in Muna generally flat to gently sloping elevation 20 meters above sea level, but in South Kendari there are a few places rather bumpy light with a height of less than 200 meters above sea level. While Teak in Java can live at an altitude of 0-800 meters above sea level and in particular in Cepu 31 masl (Soerianegara and Indrawan, 1978; Wahyono, 1986)
Among the physical properties of the soil is the most important water-holding capacity is available, relating to the solum and the depth of the root zone, soil texture and content of the rock. Indicators on the condition of drainage is also important, for example, the presence of spotting, the depth of the ground water level, the permeability of the bottom layer, which is associated with ease of rooting and water movement. Wahyono (1986) reported that soil depth for Teak on Muna about 90 cm.
Binding ability of a type of soil and provide water and nutrients for plant growth is affected by the texture, structure and soil organic matter content. In general, Teak will grow normally when textured loam soil with crumb or loose soil structure (Sumarna, 2004).
Soil water content greatly affects the growth of plants because water is the biggest part in the preparation and allocation of photosynthate, maintain cell rigidity, maintaining body temperature plants, as a solvent material that will fotosintat compiled through physiological reactions in the body plant. Water is also a solvent of nutrients in the soil so as to facilitate uptake by plant roots, solve and reduce rock thereby increasing the availability of nutrients for plants.
Poerwowidodo (1992b) states, that the water content in the soil less will lead to a reduction in cell division and elongation that ultimately will affect plant growth. The role of indirect soil moisture for plant growth is through its influence on soil microorganisms that play a role in outlining the many minerals that are more likely absorbed by plant roots. The optimum water content in the soil that can support maximum plant growth is at field capacity point, since in this condition the soil aeration pretty good and activity of soil microorganisms running smoothly.
The existence of microorganisms in the soil also has a very important role on the growth of forest plants. Decomposition of organic matter into humus may not be able to take place without the presence of microorganisms decomposers. The formation of humus in the soil is expected to improve and enhance soil fertility, which in turn will influence both the growth of plants (Paloloang, 1994).
According to Soerianegara and Indrawan, 1978; Krishnapillay 2005, quality teak plant growth depends on the structure, porosity, drainage and ability to hold water in the soil. Teak is the best growth was obtained in soil with good drainage and fertile, especially with volcanic substrates originating from volcanic activity and metamorphic or alluvial soil.
Soerianegara and Indrawan (1978); Sumarna (2004) argues, that Teak can grow on various types of soil and soil tolerant thin. However, more suitable Teak grows in Mediterranean soil types that contain lime, such as are found on the island of Muna and Bojonegoro, East Java (Wahyono, 1986; Anonymous, 2006c). Reddish Brown Mediteran special soil in Wonorejo, East Java Teak obtained the highest plant growth at the same age (19 years) than the Red Latosol in Pati, Central Java and Red Yellow Podzolic Complex (PMK), Yellow Podzolic and Regosol in Cikampek, West Java (Martini and Suriamihardja, 1982), as shown in Table 1.
Table 1. Teak Plant Growth in Different Types of Soil
Soil Type
Height (m)
Diameter (cm)
Reddish Brown Mediteran
17.63
27.17
Red Latosol
16.39
22.50
PMK complex,
Yellow Podzolic and Regosol
16.70

24.94
Source: Martini and Suriamihardja (1982)
There are variations in the growth of Teak from a tread to tread more influenced by the soil-forming parent materials. Krishnapillay (2005), stated that the growth of Teak better on the ground made of limestone and alluvial parent than flakes. Stem diameter and height of teak trees on the soil parent material flakes and laterite lower than the parent material limestone soil and alluvial (Table 2).
Table 2. Plant Growth Teak on Material Parent

Parent Material
Planting
Year
Spacing (m)
Height (m)
Diameter
(cm)
Limestone
1965
2.4 x 2.4
31.38
35.44
Alluvial
1966
2.4 x 2.4
31.34
34.60
Flakes Lateritic
1966
2.4 x 2.4
18.12
26.20
Flakes
1965
2.4 x 3.0
17.24
23.50
Flakes
1962
2.4 x 2.4
18.44
24.28
Lateritic
1963
2.4 x 3.0
20.24
25.44
Source: Krishnapillay (2005)

According to Paloloang (1994), the other properties of the soil also affects the growth of plants is the composition of soil air. Oxygen is an element that is absolutely necessary to do the respiration of plants, while carbon dioxide needed for photosynthesis. Respiration in the roots depends on the amount of oxygen available in the earth element. If low oxygen pressure, respiration roots will be reduced, and vice versa. Root respiration is closely related to the absorption of nutrients by plants. Anaerobic soil conditions, such as flooded soils (poor drainage) will disturb the balance of oxygen and carbon dioxide, and this will adversely affect the activity of plant roots. Air circulation is necessary to control the oxygen and carbon dioxide that plant roots activities are not disrupted. Resilience types of Teak to oxygen deprivation ranged 0-10 days (Soerianegara and Indrawan, 1978).
Nutrients is an absolute necessity for plants to grow and develop properly because since the beginning of its growth has been dependent on the role of a nutrient. The availability of sufficient nutrients and by providing opportunities for the survival of plants. There are at least 13 essential nutrients obtained from the plant in the soil, macro elements are N, P, K, Mg, Ca, S and the elements Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo, and Cl as micro elements. One of the macro elements that are important to Teak is Ca because Ca deficiency can hinder growth (Kaosa et al., 1981 in Krishnapillay, 2005).
Soil acidity is one of the chemical properties of the soil are the most important because it can affect nutrient uptake and growth in two ways: 1) direct influence of H + ions, 2) indirect effect, ie via an influence on the availability of nutrients and the presence of elements that are toxic. Teak plants require optimal pH of 6.5 to 7.5. At the pH value is too low Al, Fe and Mn become soluble in an amount enough to cause poisoning suffer Teak, whereas at very high pH values ​​bicarbonate ions will be found in large quantities so as to interfere with the normal absorption of other elements and are very detrimental to optimum growth Teak (Krishnapillay, 2005).

Friday, July 10, 2015

Klasifikasi Hutan

KLASIFIKASI HUTAN
Sahabat forfester, berikut ini diuraikan tentang klasifikasi hutan. Penggolongan hutan ini menurut pemiliknya, menurut permudaannya, formasi hutan, tipe hutan (type hutan) berdasarkan edapik, iklim, tujuan pengelolaan hutan, kerapatan hutan, komposisi umur, type hutan tropika basa di Indonesia, komposisi umur.
Sahabat Forester,
Dalam dunia kehutanan, hutan dapat dikelompokkan atau dikategorisasikan berdasarkan kriteria klasifikasi hutan sebagai berikut:

Klasifikasi hutan menurut pemiliknya

  1. Hutan negara
  2. Hutan Milik

Hutan Negara

Hutan negara (state forest) adalah kawasan hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (UU No. 41 tahun 1999). Berdasarkan fungsinya, hutan negara meliputi hutan konservasi, hutan produksi dan hutan lindung. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosisitemnya. Hutan konservasi dikelompokkan menjadi hutan suaka alam (baik berupa cagar alam maupun suaka margasatwa) dan hutan wisata (baik berupa taman wisata maupun taman buru).
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan guna memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan ekspor. Hasil hutan yang dimaksud adalah benda hayati dan non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan.
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna mengatur tata air, pencegahan bencana banjir,dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.

Hutan Milik

Hutan hak milik perseorangan lebih dikenal hutan rakyat.Hutan rakyat atau hutan milik adalah hutan alam atau hutan tanaman yang berada di luar kawasan hutan negara yang telah dibebani hak milik secara sah sesuai ketentuan yang berlaku (Perda Kab Sinjai No. 5/2002: Retribusi IPK pada Hutan Rakyat/Hutan Milik).
Hutan rakyat (farm forestry) adalah hutan dimana petani/pemilik lahan menanam pepohonan di lahannya sendiri (Hairiah, dkk., 2003)
Hutan hak milik persekutuan lebih dikenal dengan hutan adat (Community forest)
Hutan kemasyarakatan (HKm) semata-mata istilah birokrasi, karena lebih baik disebut kehutanan masyarakat. HKm berbeda dengan hutan masyarakat, HKm adalah semua hutan yang dikelola oleh bukan negara, sedangkan hutan masyarakat lebih karena istilah akademik (Sutisna, 2005).

Klasifikasi Hutan menurut Permudaannya

  1. Permudaan hutan secara alam
  2. Permudaan hutan secara buatan
Permudaan hutan secara alam tanpa atau sedikit sekali campur tangan manusia yang kenyataannya hutan alam sebagai keadaan dimana habitat dan iklim memungkinkan. Permudaan hutan secara akami dapat membentuk hutan primer (tanpa campur tangan manusia) maupun hutan sekunder (seperti pada hutan bekas tebangan).

Permudaan hutan secara buatan (artifical regeneration) adalah bentuk pelestarian fungsi hutan oleh manusia untuk memperbaiki kerusakan alam karena gangguan/bencana alam atau perbuatan manusia, baik melalui reboisasi (reforestation), penghijauan (afforestation), penanaman kembali (regeneration), maupun pemuliaan (up grading).
Permudaan hutan secara alam dapat membentuk hutan tanaman, sedangkan permudaan hutan secara buatan diharapkan melahirkan hutan tanaman.
Hutan alam adalah hutan yang terbentuk melalui permudaan secara alami.Pohon binaan di hutan alam jumlahnya sedikit dan rentan tumbang, maka perlu 200 pohon binaan. Oleh karena itu, jangan pelihara semua pohon sebab : (1) mahal, (2) bencana ekologi. Kasus bahwa pada TPTI tidak ada tanaman, maka tidak ada semangat untuk melakukan pemeliharaan di hutan alam.
Homogen di hutan alam : ukuran sama pada sebuah tapak yang sama.
Permudaan alami di hutan alam: tanpa pola tanam, sebaran pohon random.

Klasifikasi Hutan menurut iklim

Hutan tropis (tropical forest)

Hutan sub tropis (sub tropical evergreen forest)

Hutan campuran daerah beriklim sedang (temperate mixed forest)

Hutan daun jarum daerah beriklim sedang (temperate conifers forest)

Hutan daun jarum daerah boreal (boreal conifers forest)

Menurut Handbook:

1. Selalu basah

2. Kering musiman

Formasi Klimatik di Indonesia, menurut Sumaryanto:

Hutan tropis basah (tropical rain forest),

Hutan musim,

Hutan gambut

Klasifikasi hutan menurut air tanah

(van Steenis, 1950)

Lahan kering

Aras air tinggi secara berkala

Kering tahunan sedang

Kering tahunan nyata


Klasifikasi hutan menurut tempat :

1.Dataran

2.Pantai

3.Air asin

4.Air payau

5.Air tawar


Klasifikasi Hutan menurut tinggi tempat

(van Steenis, 1950)

Tanah zonal,

Pasir berpodsol,

Batu kapur,

Batu ultrabasa,

Gambut oligotropik,

Tanah eutropik


Klasifikasi Hutan menurut tinggi tempat/ketinggian

A. Di dunia

(Samingan, 1971):

1. Hutan dataran rendah (low land forest) terletak pada 0-600 mdpl,

2. Hutan pegunungan rendah (sub montane forest) 600-1400 mdpl,

3. Hutan pegunungan tinggi (montane forest) 1400-3000 mdpl,

4. Hutan sub alpin (sub alpine forest) 3000-4000 mdpl,

5. Hutan alpin (alpine forest) 4000 mdpl ke atas,


B. Di Asia Tenggara

(van Steenis, 1950):

1. Dataran rendah hingga 1200 m,

2. Pegunungan (750) 1200 – 1500 m,

3. Pegunungan (600) 1500 – 3000 m,

4. Pegunungan 3000 - 3350 m,

5. Umumnya dataran rendah,

6. Hampir selalu basa,

7. Basa berkala


C. Di Indonesia

(Simon, 1978):

1. Vegetasi litoral (terendam)


Formasi Hutan,

menurut van Steenis, 1950:

1. Hutan hujan tropika selalu hijau dataran rendah,

2. Hutan hujan tropika pegunungan rendah,

3. Hutan hujan tropika pegunungan tinggi,

4. Hutan tropika subalpin,

5. Hutan kerangas,

6. Hutan pada batu kapur,

7. Hutan pada batuan ultrabasa,

8. Vegetasi pantai,

9. Hutan bakau,

10. Hutan payau,

11. Hutan rawa gambut:


a.Hutan rawa air tawar,
b.Hutan rawa musiman,

12. Hutan hujan tropika semi selalu hijau,

13. Hutan luruh daun tropika lembab,

14. Formasi lain yang beriklim musiman semakin kering.


Klasifikasi hutan berdasarkan bioma :

1. Bioma hutan tropis,

Ciri-ciri :
  1. variasi jenis sangat kaya, interaksi masyarakat hutan yang heterogen
  2. memiliki pohon-pohon yang raksasa
  3. memiliki strata yg sgt jelas,
  4. selalu hijau, kelembaban tinggi,
  5. fluktuasi :
    suhu harian pada siang lebar,
    suhu tahunan kecil
    rata-rata suhu tahunan tropis < nontropis.
Contoh :
  1. formasi hutan hujan tropis,
  2. formasi hutan tropis basah,





  • formasi hutan lembab tropis, formasi hutan kering tropis, formasi hutan kering sekali tropis, formasi hutan padang pasir vegetasi berduri tropis, formasi hutan belukar padang pasir tropis, formasi padang pasir tropis. Keunggulan hutan tropis basah:






    1. memiliki suhu yang tinggi,
    1. memiliki kelembaban udara yang tinggi (80 – 95 %),
    1. memiliki ch yang tinggi (4000 – 8000 mm/tahun).
    2. Bioma hutan sub tropis,
    3. Bioma hutan temperate hangat,
    4. Bioma hutan temperate dingin,
    5. Bioma hutan boreal,
    6. Bioma hutan sub polar,
    7. Bioma hutan polar.

    Klasifikasi type hutan :
    A. Tipe edapik,
    1. Hutan mangrove,
    2. Hutan pantai,
    3. Hutan pantai landai,
    4. Hutan pantai terjal, karang/batu,
    5. Hutan rawa,
    6. Hutan rawa gambut,
    7. Hutan kerangas,
    8. Hutan batu kapur,
    9. Hutan riparian.


    B. Tipe iklim, (hutan hujan tropis)
    1. Hutan hujan tropis dataran rendah yg selalu hijau,
    2. Hutan dipterocarpaceae dataran rendah,
    3. Hutan dipetorocarpaceae perbukitan,
    4. Hutan dipterocarpaceae pegunungan (rendah),
    5. Hutan hujan tropis semi hijau,
    6. Hutan hujan tropis pegunungan bawah,
    7. Hutan hujan tropis pegunungan atas,
    8. Hutan tropis subalpine,
    9. Hutan alpine,
    10. Hutan musim (monsoon),
    11. Savana.


    Type hutan tropika basah Indonesia, terdiri atas :
    1. Hutan dataran rendah
    2. Hutan pegunungan
    3. Hutan bakau
    4. Hutan rawa
    5. Hutan kerangas
    6. Hutan pantai


    Type hutan pada iklim yang lebih kering Indonesia:
    •Hutan musim (monsoon forest)
    Jadi, sistem silvikultur tidak seragam harus sesuai tipe hutan.

    Klasifikasi sistem silvikultur menurut cara terjadinya hutan/tegakan:


    1. Hutan tinggi (high forest)
    adalah semua hutan atau tegakan yang berasal dari generatif, yaitu biji-biji yang tumbuh menjadi pohon besar,
    2. Hutan rendah (low forest)
    adalah semua hutan yang berasal dari pembiakan vegetatif, misalnya pemangkasan/ tebasan/terubusan coppice), stek dan tunas. Contoh: Bakau, jati dan akasia (Umar, 1996).

    Klasifikasi hutan berdasarkan tujuan pengelolaan hutan,
    dibagi menurut susunan jenis:
    1. Hutan murni
    adalah hutan yang pohon-pohonnya relatif satu jenis, misalnya hutan jati 90 % (Umar, 1996),
    2. Hutan campuran
    adalah hutan yang terdiri dari bermacam-macam pohon (Umar, 1996)

    Menurut kerapatan tegakan:
    1. Rapat,
    2. Cukup,
    3. Sedang.


    Menurut komposisi umur :
    1. Hutan seumur,
    adalah hutan yang ditanam pada waktu yang bersamaan,
    2. Hutan tidak seumur,
    adalah hutan yang terdiri dari dua atau tiga kelompok ukur atau ukuran, misalnya hutan yang terdiri atas pohon-pohon yang sudah masak tebang, miskin riap dan ukuran pancang saja,
    3. Hutan segala umur,
    adalah hutan yang terdiri dari berbagai umur atau pohon-pohon berukuran besar hingga semai.